sikap dan kepuasan kerja . makalah perilaku organisasi
Perilaku
Keorganisasian
“ Sikap dan Kepuasan Kerja ”
Nama
Kelompok:
1.
Fatkhur Rozi (
14101234 )
2.
Mega Rinata Dewi (
14101170 )
3.
Winda Octavia (
14101023 )
“Perguruan Tinggi ASIA”
KAMPUS PUSAT : Jl. Soekarno-Hatta / Rembuksari 1A Malang
KAMPUS II : Jl. Borobudur 21 Malang
Telp : (0341) 478877, FAX : ()341) 472305
KAMPUS II : Jl. Borobudur 21 Malang
Telp : (0341) 478877, FAX : ()341) 472305
24 Maret
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita
ucapkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat serta
karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “SIKAP DAN KEPUASAN
KERJA” ini tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk
menunjang perkuliahan yang disusun secara sistematis agar nantinya dapat
mempermudah dalam pemahaman materi yang disajikan di dalamnya.
Kami menyadari bahwa Makalah
ini masih jauh dari sempurna, maka dengan segala kerendahan hati kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami mengucapkan
Terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan semangat dan dorongan
kepada penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kehidupan serta
perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga Allah S.W.T senantiasa meridhai
usaha kita, AMIN.
Malang,24 Maret
2017
Daftar Isi
I.
Cover
II.
Kata Pengantar
III.
Daftar Isi
................................................................................................................... i
IV.
Pendahuluan
a. Latar
Belakang
b. Mengapa
Topik Utama Penting
c. Rumusan
Masalah
d. Tujuan
Makalah
V.
Pembahasan................................................................................................................35
a. Definisi
Sikap dan Kepuasan Kerja
b. Komponen-komponen
Pembentuk Sikap
c. Hubungan
antara Sikap dan Perilaku
d. Pengukur
Kuasan Kerja
e. Ketidakpastian
Kerja dan Penyebab serta Alasannya
f. Contoh
Kepuasan Kerja
VI.
Kesimpulan..............................................................................................................36
VII.
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam manajemen, fungsi
organisasi terutama dalam hal pengawasan, organisasi perlu memantau para
pekerjanya terhadap sikap, dan hubungannya dengan perilaku. Adakah kepuasan
atau ketidak puasan karyawan dengan pengaruh pekerjaan di tempat kerja. Dalam
organisasi, sikap amatlah penting karena komponen perilakunya. Pada umumnya,
penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap
mereka serta antara sikap dan perilaku mereka.
Seseorang dengan tingkat
kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan
tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang
negatif tentang pekerjaan tersebut. Keterlibatan pekerjaan , mengukur tingkat
sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap
penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Karyawan
yang mempunyai tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan
benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan. Tingkat keterlibatan
pekerjaan dan pemberian wewenang yang tinggi benar-benar berhubungan dengan
kewargaan organisasional dan kinerja pekerjaan. Keterlibatan pekerjaan yang
tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara
komitmen organisosial yang tingi berarti memihak organisasiyang merekrut
individu tersebut.
B.
Mengapa topik sangat penting dipelajari dan di
presentasikan
Karena jika kita mempelajari materi atau topik yang di berikan kita dapat
menguasai dan mampu menjawab semua pertanyaan yang diberikan. Dan kenapa kita
harus mempresentasikan agara orang lain yang tidak mempelajarinya bisa tau
materi dan topik yang di bahas.
C.
Rumusan masalah
1)
Definisi Sikap dan Kepuasan Kerja
2)
Komponen-komponen Pembentuk Sikap
3)
Hubungan antara Sikap dan Perilaku
4)
Pengukur Kepuasan Kerja
5)
Ketidakpuasan Kerja dan Penyebab serta alasannya
6)
Contoh Kepuasan Kerja di Indonesia
D.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Sebagai pemenuhan tugas mandiri mata kuliah Perilaku Organisasi.
2. Sebagai bahan bacaan dan referensi tambahan bagi pihak-pihak yang membutuhkannya
1. Sebagai pemenuhan tugas mandiri mata kuliah Perilaku Organisasi.
2. Sebagai bahan bacaan dan referensi tambahan bagi pihak-pihak yang membutuhkannya
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Definisi
Sikap dan Kepuasan Kerja
a. Definisi
Kepuasan Kerja
Kepuasan
kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu
memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang
berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai
dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan
tersebut. Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, artinya
jika kepuasan diperoleh dari pekerjaan, maka kedisiplinan karyawan baik.
Sebaliknya jika kepuasan kerja
kurang tercapai dalam pekerjaannya maka kedisiplinan karyawan rendah.
Kepuasan kerja adalah sikap
umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah
penghargaan yag diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya
mereka terima (Robbin, 2003:78).
Menurut Suwatno (2001 : 187) Kepuasan kerja
adalah merupakan suatu kondisi psikologis yang menyenangkan atau perasaan
karyawan yang sangat subyektif dan sangat tergantung pada individu yang
bersangkutan dan lingkungan kerjanya, dan
kepuasan kerja merupakan suatu konsep multificated
(banyak dimensi), ia dapat mewakili sikap secara menyeluruh atau mengacu pada
bagian pekerjaan seseorang.
Sedangkan
menurut Kreitner dan Kinicki (2005 : 271) kepuasan kerja adalah suatu
efektifitas atau respon-respon emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan.
Definisi ini berarti bahwa kepuasan kerja seseorang dapat relatif puas dengan
suatu aspek dari pekerjaannya dan atau tidak puas dengan salah satu atau lebih
aspek lainnya.
Menurut
Robbins (2006 : 103) kepuasan kerja sebagai sikap individu terhadap
pekerjaannya. Definisi ini jelas sangat luas. Yang harus diingat, pekerja
membutuhkan interaksi dengan rekan kerja dan para atasannya, mematuhi
peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan organisasi, memenuhi standar kerja,
hal ini berarti penilaian karyawan atas seberapa puas atau tidak puas dirinya
dengan pekerjaannya adalah perhitungan rumit dari sejumlah elemen pekerjaan
yang sensitif.
Sedangkan
Umar (2005 : 36) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah penilaian atau
cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam
sikap positif pekerja terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi
lingkungan pekerjaannya. Dampak kepuasan kerja perlu dipantau dengan
mengaitkannya pada output yang dihasilkan.
Siagian
(2005 : 295) berpendapat bahwa
kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang, baik yang bersifat
positif maupun bersifat negatif, tentang pekerjaannya. Banyak faktor yang perlu
mendapat perhatian dalam menganalisis kepuasan kerja seseorang. Berbagai penelitian
telah membuktikan bahwa apabila dalam pekerjaannya seseorang mempunyai otonomi
untuk bertindak, terdapat variasi, memberikan sumbangan penting dalam
keberhasilan organisasi dan karyawan memperoleh umpan balik tentang hasil
pekerjaan yang dilakukannya, yang bersangkutan akan merasa puas. Bentuk program perkenalan yang tepat
serta berakibat pada diterimanya seseorang sebagai anggota kelompok kerja,
situasi lingkungan berakibat pada tingkat kepuasan kerja yang tinggi.
Pemahaman
yang lebih tepat tentang kepuasan kerja dapat terwujud apabila analisis tentang
kepuasan kerja dikaitkan dengan prestasi kerja, tingkat kemangkiran, keinginan
pindah, usia, tingkat jabatan dan besar kecilnya organisasi.
b. Definisi Sikap
Menjrut
G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999:218)
Sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak. Seiring dengan pendapat G.W.
alport di atas Tri Rusmi Widayatun memberikan pengertian sikap adalah “ keadaan
mental dan syaraf dari kesiapan , yang diatur melalui pengalaman yang memberikan
pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan
situasi yang berkaitan dengannya”.
Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu
pola perilaku tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk
menyesuaikan iri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah
respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sedangkam menurut
Soetarno (1994), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai
kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa
diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan
kepada benda-benda, orang , peristiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
II.
Komponen-komponen
Pembentuk Sikap
Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu :
a. Kognitif (cognitive)
Aspek intelektual, yang
berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku
atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk
maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari
obyek tertentu. (segmen opini atau keyakinan dari sikap).
b. Afektif (affective)
Merupakan
aspek emosional dari faktor sosio psikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan
pembicaraan sebelumnya, aspek ini menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum
komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.(segmen emosional atau perasaan
dari sikap).
c. Konatif (conative)
Komponen
aspek vohsional, yang berhubungan dengan kebiasaan dankemauan bertindak. Komponen konatif atau komponen
perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri
seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi (Notoatmodjo ,1997). (niat untuk berperilaku dalam
cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu).
Ketiga
komponen tersebut sangat berkaitan. Secara khusus, dalam banyak cara antara kesadaran
dan perasaan tidak dapat dipisahkan. Sebagai contoh, seorang karyawan tidak mendapatkan promosi yang menurutnya pantas ia dapatkan,
tetapi yang malah mendapat promosi tersebut adalah rekan kerjanya. Sikap
karyawan tersebut terhadap pengawasnya dapat diilustrasikan sebagai berikut : opini, (karyawan tersebut
berpikir ia pantas mendapat promosi itu), perasaan (karyawan tersebut tidak menyukai pengawasnya), dan
perilaku (karyawan tersebut mencari pekerjaan lain). Jadi, opini /
kesadaran menimbulkan perasaan yang kemudian menghasilkan perilaku ,dan pada
kenyataannya komponen-komponen ini berkaitan dan sulit untuk dipisahkan.
III.
Hubungan
Antara Sikap dan Perilaku
Pada
umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap
mereka serta antara sikap dan perilaku mereka. Ini berarti bahwa individu berusaha untuk menetapkan sikap
yang berbeda serta meluruskan sikap dan perilaku mereka sehingga mereka terlihat rasional dan
konsisten. Ketika terdapat ketidakkonsistenan, timbulah dorongan untuk mengembalikan individu
tersebut ke keadaan seimbang dimana sikap dan perilaku kembali konsisten. Ini bisa dilakukan
dengan dengan cara mengubah sikap maupun perilaku, atau dengan mengembangkan
rasionalisasi untuk ketidaksesuaian. Leon Festinger mengemukakan teori
ketidaksesuaian kognitif (cognitive dissonance). Teori ini berusaha menjelaskan
hubungan antara sikap dan perilaku. Ketidaksesuaian berarti ketidakkonsistenan.
Ketidaksesuaian kognitif merujuk pada ketidaksesaian yang dirasaka oleh seorang individu antara dua
sikap atau lebih, atau antara perilaku dan sikap. Festinger berpendapat bahwa bentuk
ketidakkonsistenan apapun tidaklah menyenangkan dan karena itu individu akan
berusaha mengurangi ketidaksesuaian, dan tentunya ketidaknyamana tersebut. Oleh karena itu individu akan
mencari keadaan yang stabil, dimana hanya ada sedikit ketidaksesuaian.Dan tidak ada individu
yang bias sepenuhnya menghindari ketidaksesuaian.
Penelitian
yang sebelumnya tentang sikap menganggap bahwa sikap mempunyai hubungan sebab akibat
dengan perilaku; yaitu sikap yang dimiliki individu menentukan apa yang mereka lakukan. Namun pada akhir tahun 1960-an hubungan
yang diterima tentang sikap dan perilaku ditentang oleh sebuah tinjauan dari penelitian. Berdasarkan
evaluasi sejumlah penelitian yang menyelidiki hubungan sikap-perilaku,
peninjau menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan dengan perilaku, atau paling banyak ada hubungan tapi
sedikit . Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara
signifikan dan memperkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa hubungan tersebut bisa
ditingkatkan dengan memperhitungkan variabl variabel pengait , yakni pentingnya sikap,
kekhususannya, aksesibilitasnya, apakah ada tekanan-tekanan sosial, dan apakah seseorang mempunyai pengalaman
langsung dengan sikap tersebut. Sikap yang penting adalah sikap yang mencerminkan nilai-nilai fundamental, minat diri, atau
identifikasi dengan individu atau kelompok yang dihargai oleh seseorang. Sikap-sikap yang dianggap penting
oleh individu cenderung menunjukkan yang kuat dengan perilaku.
Semakin khusus sikap tersebut maka
semakin khusus perilaku tersebut , dan semakin kuat hubungan antara keduanya. Sikap yang mudah diingat cenderung lebih bisa digunakan
untuk memprediksi perilaku bila dibandingkan sikap yang tidak bisa diakses dalam ingatan. Ketidaksesuaian antara sikap
dan perilaku keungkinan besar muncul ketika tekanan social untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu
memiliki kekuatan yang luar biasa. Kesimpulannya , hubungan sikap-perilaku mungkin sekali mejadi jauh
lebih kuat apabila sebuah sikap merujuk pada sesuatu, dimana individu
tersebut mempunyai pengalaman pribadi secara Sikap Komitmen Organisasional
(organizational commitment), yaitu suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan
keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi keterlibatan pekerjaan
yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang
individu,sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut
individu tersebut.
IV.
Pengukur
Kepuasan Kerja
Menurut Veithzal (2004 :
480) kepuasan kerja adalah bagaimana orang
merasakan pekerjaan dan aspek-aspeknya. Ada beberapa alasan mengapa perusahaan
harus benar-benar memperhatikan kepuasan kerja, yang dapat dikategorikan sesuai
dengan fokus karyawan atau perusahaan, yaitu:
- Pertama, manusia berhak diberlakukan dengan adil
dan hormat, pandangan ini menurut perspektif kemanusiaan. Kepuasan kerja
merupakan perluasan refleksi perlakuan yang baik. Penting juga memperhatikan
indikator emosional atau kesehatan psikologis.
- Kedua, perspektif kemanfaatan, bahwa kepuasan kerja dapat menciptakan
perilaku yang mempengaruhi fungsi-fungsi perusahaan. Perbedaan
kepuasan kerja antar unit-unit organisasi dapat mendiagnosis potensi persoalan.
Menurut Buhler (1994) seperti yang dikutip Veithzal (2004 : 480) menekankan pendapatnya bahwa upaya organisasi
berkelanjutan harus ditempatkan pada kepuasan kerja dan pengaruh ekonomis
terhadap perusahaan. Perusahaan yang percaya bahwa karyawan dapat dengan mudah
diganti dan tidak berinvestasi di bidang karyawan maka akan menghadapi bahaya.
Biasanya berakibat tingginya tingkat turnover,
diiringi dengan membengkaknya biaya pelatihan, gaji, dan akan memunculkan
perilaku yang sama dikalangan karyawan, yaitu mudah berganti-ganti perusahaan
dan dengan demikian kurang loyal.
Selain
hal diatas, faktor-faktor berikut ini mempengaruhi kepuasan kerja karyawan,
yaitu dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar
2.1.
Reward Performance Model of Motivation
Dari gambar 2.1., probabilitas
keberhasilan pelaksanaan dipandang oleh seseorang dalam berbagai cara. Sebagai
seorang yang akan melakukan kegiatan, para karyawan tersebut akan menilai
kemampuannya, baik pengetahuan maupun keterampilan, untuk memperkenalkan apakah
ia akan mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan baik atau tidak, sehingga
bisa memperoleh imbalan yang diinginkan. Bagaimana dukungan dari atasannya agar
ia berhasil, dan sejauhmana kerja sama dengan reken-rekannya akan membantu
keberhasilannya. Atau sejauhmana ia bisa memperoleh perlengkapan yang
diperlukan dan berapa lama waktu yang tersedia untuk menjalankan pekerjaan
tersebut apabila nilai manfaat yang akan diperoleh dan probabilitas
keberhasilan pekerjaan tampak positif.
Karyawan tersebut umumnya
memutuskan untuk melakukan kegiatan demi mencapai imbalan yang diinginkan
seperti terlihat dalam skema gambar 2.2. berikut:
Gambar
2.2.
Penilaian Individu dalam Bersikap
Apabila karyawan tersebut
menjalankan sesuai dengan yang disyaratkan, maka ia seharusnya menerima hadiah
yang dijanjikan. Sewaktu ia menerima imbalan tersebut, motifnya
terpuaskan dan kepercayaan dia pada pola yang sama di masa yang akan datang
diperkuat. Namun apabila ia bekerja dengan baik, tetapi menerima imbalan kurang
dari yang dijanjikan, ia akan menjadi skeptis untuk masa-masa yang akan datang.
Sebaliknya, apabila ia tidak bisa
menjalankan dengan baik, dan tidak menerima imbalan, akibatnya mungkin berbeda.
Kemungkinan yang pertama, ia menjadi tidak percaya pada diri sendiri, mungkin
dendam dengan faktor-faktor lainnya yang dirasa menjadi penyebabnya. Ia tidak
mau lagi melakukan sesuatu yang sama, jikalau ia tidak merasa mampu seratus
persen berhasil.
Kemungkinan lainnya adalah ia
meningkatkan usahanya untuk mengatasi kegagalan tersebut. Dengan usaha yang
bertambah mungkin ia bisa mengatasi kegagalan di masa lalu. Karenanya proses
tersebut bisa dimulai kembali. Apabila prestasi cukup dan tidak dikenakan
hukuman yang terjadi adalah kepuasan belum tentu segera terealisir. Untuk itu
individu tersebut akan melakukan evaluasi terhadap kelayakan hadiah. Ia akan
membandingkan dengan usaha yang telah dikeluarkan untuk mencapai hadiah
tersebut. Setelah itu, apabila ia merasa cukup, maka ia akan memperoleh
kepuasan. Sebaliknya, jika tidak ia akan menjadi lebih kritis untuk masa yang
akan datang. Apabila ia
puas sebenarnya proses yang sama akan dilakukannya lagi.
Sebelumnya, kita telah mendefenisikan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan
positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi
karakteristiknya. Defenisi ini benar-benar merupakan sebuah defenisi yang
sangat luas. Ingat, pekerjaan seseorang lebih dari sekedar aktivitas mengatur
kertas, menulis kode program, menunggu pelanggan atau mengendarai sebuah truk.
Setiap pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti
peraturan dan kebijaksanaan organisasional, memenuhi standar kinerja, menerima
kondisi kerja yang acap kali tidak ideal.
Untuk mengukur kepuasan kerja ada dua pendekatan yang paling luas yaitu,
penilaian tunggal secara umum dan nilai penyajian akhir yang terdiri atas
sejumlah aspek pekerjaan. Metode penelitian tunggal secara umum sekedar meminta
individu untuk merespon satu pertanyaan. Sementara pendekatan yang lain,
penyajian akhir aspek pekerjaan lebih rumit. Pendekatan ini mengidentifikasi
elemen-elemen penting dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan
tentang setiap elemen.
Faktor-faktor khusus yang akan dimasukkan adalah sifat
pekerjaan,pengawas,bayaran saat ini, peluang promosi dan hubungan dengan
rekan-rekan kerja. Faktor-faktor ini dinilai berdasarkan skala standar dan
kemudian di jumlahkan untuk mendapatkan nilai kepuasan kerja secara
keseluruhan.
V.
Ketidakpuasan
Kerja dan Penyebab serta Alasannya
Penyebab
ketidakpuasan bisa karena faktor gaji, rekan dalam bekerja dan kondisi fisik
kerja. Pertama, gaji yang rendah misalnya, dapat menurunkan semangat dan
motivasi kerjakaryawan karena gaji merupakan tujuan pokok dari mayoritas
individu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Kedua, rekan kerja yang kurang
nyaman dapat mengurangi prestasi dan ketidaknyamanan kerja. Misalnya saja rekan
kerja yang tidak bersahabat dan selalu mengganggu pekerjaan orang lain dapat
membuat karyawan itu menjadi malas bekerja. Ketiga, kondisi kerja yang tidak
nyaman dapat membuat suasana menjadi buruk misalnya saja ruangan yang sempit,
cahaya yang tidak bagus, dan panas.
Untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan menciptakan suasana kerja yang baik dengan membangun komunikasi yang bersahabat dengan rekan kerja yang lain karena sikap sosial itu sangat penting, memberikan gaji yang sesuai dengan hasil pekerjaan yang diberikan, ruangan dalam bekerja haruslah membuat karyawan nyaman dan indah untuk dijadikan tempat bekerja (misalnya ruangan yang pencahayaannya cukup, bersih, wangi dan luas).
Untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan menciptakan suasana kerja yang baik dengan membangun komunikasi yang bersahabat dengan rekan kerja yang lain karena sikap sosial itu sangat penting, memberikan gaji yang sesuai dengan hasil pekerjaan yang diberikan, ruangan dalam bekerja haruslah membuat karyawan nyaman dan indah untuk dijadikan tempat bekerja (misalnya ruangan yang pencahayaannya cukup, bersih, wangi dan luas).
Karena
masalah-masalah yang dihadapi karyawan pada dasarnya lebih disebabkan faktor
eksternal maka pendekatannya
adalah pada sistem manajemen. Untuk itu yang dapat dilakukan perusahaan antara
lain dengan dengan pendekatan-pendekatan umum:
1. mengadakan pengkajian mendalam apa saja faktor-faktor eksternal karyawan yang memengaruhi kepuasan kerja, motivasi kerja, dan kinerja.
2. melakukan kajian kekuatan dan kelemahan perusahaan dilihat dari penerapan sistem manajemen sumberdaya manusia kaitannya dengan strategi bisnis termasuk dalam hal analisis pekerjaan dan beban kerja karyawan.
3. melakukan perbaikan fungsi-fungsi MSDM mulai dari fungsi rekrutmen dan seleksi karyawan, program orientasi, manajemen pelatihan dan pengembangan, penempatan karyawan, manajemen kompensasi, dan manajemen karir.
4. mengefektifkan keterkaitan strategi bisnis secara sinergis dengan strategi-strategi lainnya seperti strategi SDM, strategi finansial, strategi produksi, strategi pemasaran, dan strategi informasi sebagai suatu kesatuan yang utuh.
5. melakukan reposisi gaya kepemimpinan yang dinilai tepat diterapkan di perusahaan.
VI.
Contoh
Kepuasan Kerja di Indonesia
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
Seorang manajer harus tertarik pada sikap para karyawan, karena sikap tersebut memberikan peringatanakan masalah-masalah potensial dan pengaruh terhadap perilaku, mereka juga akan melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Mengingat manajer ingin menekan angka pengunduran diri dan ketidakhadiran terutama diantara karyawan yang lebih produktif , mereka ingin melakukan hal- hal yang akan menghasilkan sikap kerja positif. Hal terpenting yang bisa dilakukan para manajer untuk meningkatkan kepuasan karyawan adalah berfokus pada bagian-bagian intrinsic pekerjaan, seperti membuat kerja tersebut menjadi menantang dan menarik. Meskipun bayaran yang rendah kemungkinan besar tidak akan menarik karyawan berkualitas tinggi atau mempertahankan pakerja-pekerja baik, para manajer harus sadar bahwa bayaran yang tinggi tidak mungkin menghasilkan lingkungan kerja yang memuaskan. Manajer juga harus sadar bahwa karyawan akan berusaha mengurangi ketidaksesuaian kognitif, lebih penting ketidaksesuaian bisa diatur. Apabila karyawan diharuskan terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang tampaknya tidak konsisten dengan mereka atau yang berlawanan dengan sikap mereka, tekanan-tekanan untuk mengurangi ketidaksesuaian berkurang ketika karyawan merasa bahwa ketidaksesuaian tersebut dibebankan secara eksternal dan berada di luar kendali mereka atau apabila penghargaan-penghargaan tersebut cukup signifikan untuk mengimbangi katidaksesuaian tersebut.
Seorang manajer harus tertarik pada sikap para karyawan, karena sikap tersebut memberikan peringatanakan masalah-masalah potensial dan pengaruh terhadap perilaku, mereka juga akan melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Mengingat manajer ingin menekan angka pengunduran diri dan ketidakhadiran terutama diantara karyawan yang lebih produktif , mereka ingin melakukan hal- hal yang akan menghasilkan sikap kerja positif. Hal terpenting yang bisa dilakukan para manajer untuk meningkatkan kepuasan karyawan adalah berfokus pada bagian-bagian intrinsic pekerjaan, seperti membuat kerja tersebut menjadi menantang dan menarik. Meskipun bayaran yang rendah kemungkinan besar tidak akan menarik karyawan berkualitas tinggi atau mempertahankan pakerja-pekerja baik, para manajer harus sadar bahwa bayaran yang tinggi tidak mungkin menghasilkan lingkungan kerja yang memuaskan. Manajer juga harus sadar bahwa karyawan akan berusaha mengurangi ketidaksesuaian kognitif, lebih penting ketidaksesuaian bisa diatur. Apabila karyawan diharuskan terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang tampaknya tidak konsisten dengan mereka atau yang berlawanan dengan sikap mereka, tekanan-tekanan untuk mengurangi ketidaksesuaian berkurang ketika karyawan merasa bahwa ketidaksesuaian tersebut dibebankan secara eksternal dan berada di luar kendali mereka atau apabila penghargaan-penghargaan tersebut cukup signifikan untuk mengimbangi katidaksesuaian tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Robbins
Stephen. P – Judge Timothy A. , “Perilaku Organisasi” Organizational Bahavior,
Buku I, Edisi 12, Penerbit Salemba Empat, Jakarta 2008
Komentar
Posting Komentar