sikap dan kepuasan kerja . makalah perilaku organisasi

Perilaku Keorganisasian

“ Sikap dan Kepuasan Kerja ”







 




Nama Kelompok:
1.     Fatkhur Rozi                ( 14101234 )
2.     Mega Rinata Dewi       ( 14101170 )
3.     Winda Octavia             ( 14101023 )



“Perguruan Tinggi ASIA”
KAMPUS PUSAT : Jl. Soekarno-Hatta / Rembuksari 1A Malang
KAMPUS II : Jl. Borobudur 21 Malang
Telp : (0341) 478877, FAX : ()341) 472305
24 Maret 2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat serta karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “SIKAP DAN KEPUASAN KERJA” ini tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk menunjang perkuliahan yang disusun secara sistematis agar nantinya dapat mempermudah dalam pemahaman materi yang disajikan di dalamnya.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dengan segala kerendahan hati kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami mengucapkan Terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kehidupan serta perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga Allah S.W.T senantiasa meridhai usaha kita, AMIN.



Malang,24 Maret 2017



Penyusun









Daftar Isi

       I.          Cover
     II.          Kata Pengantar
    III.          Daftar Isi ................................................................................................................... i
   IV.          Pendahuluan
a.     Latar Belakang
b.     Mengapa Topik Utama Penting
c.     Rumusan Masalah
d.     Tujuan Makalah
     V.          Pembahasan................................................................................................................35
a.     Definisi Sikap dan Kepuasan Kerja
b.     Komponen-komponen Pembentuk Sikap
c.     Hubungan antara Sikap dan Perilaku
d.     Pengukur Kuasan Kerja
e.     Ketidakpastian Kerja dan Penyebab serta Alasannya
f.       Contoh Kepuasan Kerja
   VI.          Kesimpulan..............................................................................................................36
 VII.          Daftar Pustaka










BAB 1
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Dalam manajemen, fungsi organisasi terutama dalam hal pengawasan, organisasi perlu memantau para pekerjanya terhadap sikap, dan hubungannya dengan perilaku. Adakah kepuasan atau ketidak puasan karyawan dengan pengaruh pekerjaan di tempat kerja. Dalam organisasi, sikap amatlah penting karena komponen perilakunya. Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka.
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif tentang pekerjaan tersebut. Keterlibatan pekerjaan , mengukur tingkat sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Karyawan yang mempunyai tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan. Tingkat keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenang yang tinggi benar-benar berhubungan dengan kewargaan organisasional dan kinerja pekerjaan. Keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisosial yang tingi berarti memihak organisasiyang merekrut individu tersebut.

B.     Mengapa topik sangat penting dipelajari dan di presentasikan

Karena jika kita mempelajari materi atau topik yang di berikan kita dapat menguasai dan mampu menjawab semua pertanyaan yang diberikan. Dan kenapa kita harus mempresentasikan agara orang lain yang tidak mempelajarinya bisa tau materi dan topik yang di bahas.


C.    Rumusan masalah
1)     Definisi Sikap dan Kepuasan Kerja
2)     Komponen-komponen Pembentuk Sikap
3)     Hubungan antara Sikap dan Perilaku
4)     Pengukur Kepuasan Kerja
5)     Ketidakpuasan Kerja dan Penyebab serta alasannya
6)     Contoh Kepuasan Kerja di Indonesia


D.    Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai pemenuhan tugas mandiri mata kuliah Perilaku Organisasi.
2. Sebagai bahan bacaan dan referensi tambahan bagi pihak-pihak yang membutuhkannya














BAB II
PEMBAHASAN

       I.          Definisi Sikap dan Kepuasan Kerja

a.     Definisi Kepuasan Kerja
            Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, artinya jika kepuasan diperoleh dari pekerjaan, maka kedisiplinan karyawan baik. Sebaliknya jika kepuasan kerja kurang tercapai dalam pekerjaannya maka kedisiplinan karyawan rendah.
Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yag diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima (Robbin, 2003:78).
             Menurut Suwatno (2001 : 187) Kepuasan kerja adalah merupakan suatu kondisi psikologis yang menyenangkan atau perasaan karyawan yang sangat subyektif dan sangat tergantung pada individu yang bersangkutan dan  lingkungan kerjanya, dan kepuasan kerja merupakan suatu konsep multificated (banyak dimensi), ia dapat mewakili sikap secara menyeluruh atau mengacu pada bagian pekerjaan seseorang.
            Sedangkan menurut Kreitner dan Kinicki (2005 : 271) kepuasan kerja adalah suatu efektifitas atau respon-respon emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini berarti bahwa kepuasan kerja seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan atau tidak puas dengan salah satu atau lebih aspek lainnya.  
            Menurut Robbins (2006 : 103) kepuasan kerja sebagai sikap individu terhadap pekerjaannya. Definisi ini jelas sangat luas. Yang harus diingat, pekerja membutuhkan interaksi dengan rekan kerja dan para atasannya, mematuhi peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan organisasi, memenuhi standar kerja, hal ini berarti penilaian karyawan atas seberapa puas atau tidak puas dirinya dengan pekerjaannya adalah perhitungan rumit dari sejumlah elemen pekerjaan yang sensitif.
            Sedangkan Umar (2005 : 36) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah penilaian atau cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi lingkungan pekerjaannya. Dampak kepuasan kerja perlu dipantau dengan mengaitkannya pada output yang dihasilkan.
            Siagian (2005 : 295) berpendapat bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang, baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif, tentang pekerjaannya. Banyak faktor yang perlu mendapat perhatian dalam menganalisis kepuasan kerja seseorang. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa apabila dalam pekerjaannya seseorang mempunyai otonomi untuk bertindak, terdapat variasi, memberikan sumbangan penting dalam keberhasilan organisasi dan karyawan memperoleh umpan balik tentang hasil pekerjaan yang dilakukannya, yang bersangkutan akan merasa puas. Bentuk program perkenalan yang tepat serta berakibat pada diterimanya seseorang sebagai anggota kelompok kerja, situasi lingkungan berakibat pada tingkat kepuasan kerja yang tinggi.
            Pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan kerja dapat terwujud apabila analisis tentang kepuasan kerja dikaitkan dengan prestasi kerja, tingkat kemangkiran, keinginan pindah, usia, tingkat jabatan dan besar kecilnya organisasi.
b.     Definisi Sikap
Menjrut G.W  Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999:218) Sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak. Seiring dengan pendapat G.W. alport di atas Tri Rusmi Widayatun memberikan pengertian sikap adalah “ keadaan mental dan syaraf dari kesiapan , yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya”.
Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan iri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sedangkam menurut Soetarno (1994), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang , peristiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.



     II.          Komponen-komponen Pembentuk Sikap
Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu :

a. Kognitif (cognitive)
 Aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. (segmen opini atau keyakinan dari sikap).

b. Afektif (affective)
Merupakan aspek emosional dari faktor sosio psikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya, aspek ini menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.(segmen emosional atau perasaan dari sikap).

c. Konatif (conative)
Komponen aspek vohsional, yang berhubungan dengan kebiasaan dankemauan bertindak. Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi (Notoatmodjo ,1997). (niat untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu).

Ketiga komponen tersebut sangat berkaitan. Secara khusus, dalam banyak cara antara kesadaran dan perasaan tidak dapat dipisahkan. Sebagai contoh, seorang karyawan tidak mendapatkan promosi yang menurutnya pantas ia dapatkan, tetapi yang malah mendapat promosi tersebut adalah rekan kerjanya. Sikap karyawan tersebut terhadap pengawasnya dapat diilustrasikan sebagai berikut : opini, (karyawan tersebut berpikir ia pantas mendapat promosi itu), perasaan (karyawan tersebut tidak menyukai pengawasnya), dan perilaku (karyawan tersebut mencari pekerjaan lain). Jadi, opini / kesadaran menimbulkan perasaan yang kemudian menghasilkan perilaku ,dan pada kenyataannya komponen-komponen ini berkaitan dan sulit untuk dipisahkan.


    III.          Hubungan Antara Sikap dan Perilaku
Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka. Ini berarti bahwa individu berusaha untuk menetapkan sikap yang berbeda serta meluruskan sikap dan perilaku mereka sehingga mereka terlihat rasional dan konsisten. Ketika terdapat ketidakkonsistenan, timbulah dorongan untuk mengembalikan individu tersebut ke keadaan seimbang dimana sikap dan perilaku kembali konsisten. Ini bisa dilakukan dengan dengan cara mengubah sikap maupun perilaku, atau dengan mengembangkan rasionalisasi untuk ketidaksesuaian. Leon Festinger mengemukakan teori ketidaksesuaian kognitif (cognitive dissonance). Teori ini berusaha menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Ketidaksesuaian berarti ketidakkonsistenan. Ketidaksesuaian kognitif merujuk pada ketidaksesaian yang dirasaka oleh seorang individu antara dua sikap atau lebih, atau antara perilaku dan sikap. Festinger berpendapat bahwa bentuk ketidakkonsistenan apapun tidaklah menyenangkan dan karena itu individu akan berusaha mengurangi ketidaksesuaian, dan tentunya ketidaknyamana tersebut. Oleh karena itu individu akan mencari keadaan yang stabil, dimana hanya ada sedikit ketidaksesuaian.Dan tidak ada individu yang bias sepenuhnya menghindari ketidaksesuaian.
Penelitian yang sebelumnya tentang sikap menganggap bahwa sikap mempunyai hubungan sebab akibat dengan perilaku; yaitu sikap yang dimiliki individu menentukan apa yang mereka lakukan. Namun pada akhir tahun 1960-an hubungan yang diterima tentang sikap dan perilaku ditentang oleh sebuah tinjauan dari penelitian. Berdasarkan evaluasi sejumlah penelitian yang menyelidiki hubungan sikap-perilaku, peninjau menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan dengan perilaku, atau paling banyak ada hubungan tapi sedikit . Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara signifikan dan memperkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa hubungan tersebut bisa ditingkatkan dengan memperhitungkan variabl variabel pengait , yakni pentingnya sikap, kekhususannya, aksesibilitasnya, apakah ada tekanan-tekanan sosial, dan apakah seseorang mempunyai pengalaman langsung dengan sikap tersebut. Sikap yang penting adalah sikap yang mencerminkan nilai-nilai fundamental, minat diri, atau identifikasi dengan individu atau kelompok yang dihargai oleh seseorang. Sikap-sikap yang dianggap penting oleh individu cenderung menunjukkan yang kuat dengan perilaku.
Semakin khusus sikap tersebut maka semakin khusus perilaku tersebut , dan semakin kuat hubungan antara keduanya. Sikap yang mudah diingat cenderung lebih bisa digunakan untuk memprediksi perilaku bila dibandingkan sikap yang tidak bisa diakses dalam ingatan. Ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku keungkinan besar muncul ketika tekanan social untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu memiliki kekuatan yang luar biasa. Kesimpulannya , hubungan sikap-perilaku mungkin sekali mejadi jauh lebih kuat apabila sebuah sikap merujuk pada sesuatu, dimana individu tersebut mempunyai pengalaman pribadi secara Sikap Komitmen Organisasional (organizational commitment), yaitu suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu,sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut.


   IV.          Pengukur Kepuasan Kerja
Menurut Veithzal (2004 : 480)  kepuasan kerja adalah bagaimana orang merasakan pekerjaan dan aspek-aspeknya. Ada beberapa alasan mengapa perusahaan harus benar-benar memperhatikan kepuasan kerja, yang dapat dikategorikan sesuai dengan fokus karyawan atau perusahaan, yaitu:
-      Pertama, manusia berhak diberlakukan dengan adil dan hormat, pandangan ini menurut perspektif kemanusiaan. Kepuasan kerja merupakan perluasan refleksi perlakuan yang baik. Penting juga memperhatikan indikator emosional atau kesehatan psikologis.
-      Kedua, perspektif kemanfaatan, bahwa kepuasan kerja dapat menciptakan perilaku yang mempengaruhi fungsi-fungsi perusahaan. Perbedaan kepuasan kerja antar unit-unit organisasi dapat mendiagnosis potensi persoalan. Menurut Buhler (1994) seperti yang dikutip Veithzal (2004 : 480)  menekankan pendapatnya bahwa upaya organisasi berkelanjutan harus ditempatkan pada kepuasan kerja dan pengaruh ekonomis terhadap perusahaan. Perusahaan yang percaya bahwa karyawan dapat dengan mudah diganti dan tidak berinvestasi di bidang karyawan maka akan menghadapi bahaya. Biasanya berakibat tingginya tingkat turnover, diiringi dengan membengkaknya biaya pelatihan, gaji, dan akan memunculkan perilaku yang sama dikalangan karyawan, yaitu mudah berganti-ganti perusahaan dan dengan demikian kurang loyal.


            Selain hal diatas, faktor-faktor berikut ini mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, yaitu dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1.
Reward Performance Model of Motivation
            Dari gambar 2.1., probabilitas keberhasilan pelaksanaan dipandang oleh seseorang dalam berbagai cara. Sebagai seorang yang akan melakukan kegiatan, para karyawan tersebut akan menilai kemampuannya, baik pengetahuan maupun keterampilan, untuk memperkenalkan apakah ia akan mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan baik atau tidak, sehingga bisa memperoleh imbalan yang diinginkan. Bagaimana dukungan dari atasannya agar ia berhasil, dan sejauhmana kerja sama dengan reken-rekannya akan membantu keberhasilannya. Atau sejauhmana ia bisa memperoleh perlengkapan yang diperlukan dan berapa lama waktu yang tersedia untuk menjalankan pekerjaan tersebut apabila nilai manfaat yang akan diperoleh dan probabilitas keberhasilan pekerjaan tampak positif.
           
Karyawan tersebut umumnya memutuskan untuk melakukan kegiatan demi mencapai imbalan yang diinginkan seperti terlihat dalam skema gambar 2.2. berikut: 
Gambar 2.2.
Penilaian Individu dalam Bersikap
            Apabila karyawan tersebut menjalankan sesuai dengan yang disyaratkan, maka ia seharusnya menerima hadiah yang dijanjikan. Sewaktu ia menerima imbalan tersebut, motifnya terpuaskan dan kepercayaan dia pada pola yang sama di masa yang akan datang diperkuat. Namun apabila ia bekerja dengan baik, tetapi menerima imbalan kurang dari yang dijanjikan, ia akan menjadi skeptis untuk masa-masa yang akan datang.
            Sebaliknya, apabila ia tidak bisa menjalankan dengan baik, dan tidak menerima imbalan, akibatnya mungkin berbeda. Kemungkinan yang pertama, ia menjadi tidak percaya pada diri sendiri, mungkin dendam dengan faktor-faktor lainnya yang dirasa menjadi penyebabnya. Ia tidak mau lagi melakukan sesuatu yang sama, jikalau ia tidak merasa mampu seratus persen berhasil.
            Kemungkinan lainnya adalah ia meningkatkan usahanya untuk mengatasi kegagalan tersebut. Dengan usaha yang bertambah mungkin ia bisa mengatasi kegagalan di masa lalu. Karenanya proses tersebut bisa dimulai kembali. Apabila prestasi cukup dan tidak dikenakan hukuman yang terjadi adalah kepuasan belum tentu segera terealisir. Untuk itu individu tersebut akan melakukan evaluasi terhadap kelayakan hadiah. Ia akan membandingkan dengan usaha yang telah dikeluarkan untuk mencapai hadiah tersebut. Setelah itu, apabila ia merasa cukup, maka ia akan memperoleh kepuasan. Sebaliknya, jika tidak ia akan menjadi lebih kritis untuk masa yang akan datang. Apabila ia puas sebenarnya proses yang sama akan dilakukannya lagi.
Sebelumnya, kita telah mendefenisikan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Defenisi ini benar-benar merupakan sebuah defenisi yang sangat luas. Ingat, pekerjaan seseorang lebih dari sekedar aktivitas mengatur kertas, menulis kode program, menunggu pelanggan atau mengendarai sebuah truk. Setiap pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti peraturan dan kebijaksanaan organisasional, memenuhi standar kinerja, menerima kondisi kerja yang acap kali tidak ideal.
Untuk mengukur kepuasan kerja ada dua pendekatan yang paling luas yaitu, penilaian tunggal secara umum dan nilai penyajian akhir yang terdiri atas sejumlah aspek pekerjaan. Metode penelitian tunggal secara umum sekedar meminta individu untuk merespon satu pertanyaan. Sementara pendekatan yang lain, penyajian akhir aspek pekerjaan lebih rumit. Pendekatan ini mengidentifikasi elemen-elemen penting dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan tentang setiap elemen.
Faktor-faktor khusus yang akan dimasukkan adalah sifat pekerjaan,pengawas,bayaran saat ini, peluang promosi dan hubungan dengan rekan-rekan kerja. Faktor-faktor ini dinilai berdasarkan skala standar dan kemudian di jumlahkan untuk mendapatkan nilai kepuasan kerja secara keseluruhan.

     V.          Ketidakpuasan Kerja dan Penyebab serta Alasannya

Penyebab ketidakpuasan bisa karena faktor gaji, rekan dalam bekerja dan kondisi fisik kerja. Pertama, gaji yang rendah misalnya, dapat menurunkan semangat dan motivasi kerjakaryawan karena gaji merupakan tujuan pokok dari mayoritas individu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Kedua, rekan kerja yang kurang nyaman dapat mengurangi prestasi dan ketidaknyamanan kerja. Misalnya saja rekan kerja yang tidak bersahabat dan selalu mengganggu pekerjaan orang lain dapat membuat karyawan itu menjadi malas bekerja. Ketiga, kondisi kerja yang tidak nyaman dapat membuat suasana menjadi buruk misalnya saja ruangan yang sempit, cahaya yang tidak bagus, dan panas.
Untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan menciptakan suasana kerja yang baik dengan membangun komunikasi yang bersahabat dengan rekan kerja yang lain karena sikap sosial itu sangat penting, memberikan gaji yang sesuai dengan hasil pekerjaan yang diberikan, ruangan dalam bekerja haruslah membuat karyawan nyaman dan indah untuk dijadikan tempat bekerja (misalnya ruangan yang pencahayaannya cukup, bersih, wangi dan luas).
Karena masalah-masalah yang dihadapi karyawan pada dasarnya lebih disebabkan faktor eksternal maka pendekatannya adalah pada sistem manajemen. Untuk itu yang dapat dilakukan perusahaan antara lain dengan dengan pendekatan-pendekatan umum:

1. mengadakan pengkajian mendalam apa saja faktor-faktor eksternal karyawan yang memengaruhi kepuasan kerja, motivasi kerja, dan kinerja.
2. melakukan kajian kekuatan dan kelemahan perusahaan dilihat dari penerapan sistem manajemen sumberdaya manusia kaitannya dengan strategi bisnis termasuk dalam hal analisis pekerjaan dan beban kerja karyawan.
3. melakukan perbaikan fungsi-fungsi MSDM mulai dari fungsi rekrutmen dan seleksi karyawan, program orientasi, manajemen pelatihan dan pengembangan, penempatan karyawan, manajemen kompensasi, dan manajemen karir.
4. mengefektifkan keterkaitan strategi bisnis secara sinergis dengan strategi-strategi lainnya seperti strategi SDM, strategi finansial, strategi produksi, strategi pemasaran, dan strategi informasi sebagai suatu kesatuan yang utuh.
5. melakukan reposisi gaya kepemimpinan yang dinilai tepat diterapkan di perusahaan.


   VI.          Contoh Kepuasan Kerja di Indonesia


















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Seorang manajer harus tertarik pada sikap para karyawan, karena sikap tersebut
memberikan peringatanakan masalah-masalah potensial dan pengaruh terhadap perilaku, mereka juga akan melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Mengingat manajer ingin menekan angka pengunduran diri dan ketidakhadiran terutama diantara karyawan yang lebih produktif , mereka ingin melakukan hal- hal yang akan menghasilkan sikap kerja positif. Hal terpenting yang bisa dilakukan para manajer untuk meningkatkan kepuasan karyawan adalah berfokus pada bagian-bagian intrinsic pekerjaan, seperti membuat kerja tersebut menjadi menantang dan menarik. Meskipun bayaran yang rendah kemungkinan besar tidak akan menarik karyawan berkualitas tinggi atau mempertahankan pakerja-pekerja baik, para manajer harus sadar bahwa bayaran yang tinggi tidak mungkin menghasilkan lingkungan kerja yang memuaskan. Manajer juga harus sadar bahwa karyawan akan berusaha mengurangi ketidaksesuaian kognitif, lebih penting ketidaksesuaian bisa diatur. Apabila karyawan diharuskan terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang tampaknya tidak konsisten dengan mereka atau yang berlawanan dengan sikap mereka, tekanan-tekanan untuk mengurangi ketidaksesuaian berkurang ketika karyawan merasa bahwa ketidaksesuaian tersebut dibebankan secara eksternal dan berada di luar kendali mereka atau apabila penghargaan-penghargaan tersebut cukup signifikan untuk mengimbangi katidaksesuaian tersebut.









DAFTAR PUSTAKA
1.      Robbins Stephen. P – Judge Timothy A. , “Perilaku Organisasi” Organizational Bahavior, Buku I, Edisi 12, Penerbit Salemba Empat, Jakarta 2008



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Observasi perusahaan manufaktur ( Tugas 1 )

Pengaruh Gaji dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan di Ayam Goreng Nelongso CAbang Blimbing-Malang